Indonesia dan Keberagaman Budayanya

Akhir-akhir ini seruan kebhinekaan di Indonesia banyak diserukan oleh berbagai elemen bangsa. Disamping sebagai bentuk respon atas dinamika politik nasional, hal ini juga merupakan ekspresi yang bertepatan dengan peringatan hari toleransi sedunia pada 19 November yang lalu. Liputan khusus edisi kali ini bertujuan untuk mengingatkan kembali arti pentingnya kesadaran bahwa Indonesia adalah negeri yang memiliki beragam budaya, suku bangsa, dan kemajemukan yang sesungguhnya adalah kekayaan bangsa kita, yang justru dapat memperkuat integritas dan jatidiri kita sebagai bangsa yang mampu bersatu, demokratis, dan berdaulat.

***
Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki yang wilayah luas, terbentang dari Aceh sampai ke Papua. Disamping kekayaan alam dengan keanekaragaman hayati dan nabati yang dimiliki,  ada tidak kurang dari 17.504 pulau tersebar di seluruh kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indone-sia. Indonesia juga dikenal di dunia dengan keanekaragaman budayanya. Terdapat puluhan etnis yang memiliki budaya masing-masing. Di Pulau Sumatra saja ada: Aceh, Batak, Minang, Lampung, Melayu (Deli, Riau, Jambi, Palembang, Bengkulu, dsb). Di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tengara Timur ada: Sasak, Mangarai, Sumbawa, Flores, dsb. Di Kalimantan ada: Dayak, Melayu, Banjar, dsb. Di Sulawesi ada: Bugis, Makassar, Toraja, Gorontalo, Minahasa, Manado, dsb.; Di Maluku ada: Ambon, Ternate, dsb. Di Papua ada: Dani, Asmat, dsb. Di Pulau Jawa: ada Sunda, Badui, dan Jawa. Disamping itu ada Madura, Bali, dsb.
Agama dan keyakinan yang dianut bangsa Indonesia pun berbeda-beda. Disamping enam agama yang diakui, yakni: Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu, menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, hingga 2016 ini populasi penghayat kepercayaan di Indonesia pun cukup banyak, yaitu berkisar antara 10 - 12 juta orang yang terdiri atas 184 penghayat. Semuanya dapat hidup berdampingan yang diatur dalam kerukunan hidup beragama.

KARAKTERISTIK BUDAYA NASIONAL
Guru bangsa Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa kebudayaan nasional Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan daerah. Sementara itu menurut antropolog Koentjoroningrat, kebudayaan nasional Indonesia adalah kebudayaan yang didukung oleh sebagian besar rakyat Indonesia, bersifat khas dan dapat dibanggakan oleh warga Indonesia. Adapun wujud dari budaya nasional yang kita miliki adalah:
a. Bahasa
Yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai sarana komunikasi berbagai suku bangsa dan alat penghubung antar-daerah, dan antar budaya.
b. Busana adat.
Termasuk disini adalah seni berpakaian seperti misalnya batik dan kebaya yang menjadi aset budaya bangsa dan jatidiri bagi orang Indonesia.
c. Artefak
Ada banyak sekali artefak yang menjadi kebanggaan nasional, misalnya Candi Borobudur dan candi Prambanan.
d. Norma dan nilai-nilai perilaku.
Termasuk disini adalah kearifan-kearifan lokal yang di tiap daerah dapat memiliki sebutan yang berbeda-beda. Untuk gotong royong, misalnya, di beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan sambatan, gugur gunung, dsb.
Contoh bentuk kearifan lokal lain yang dimiliki bangsa Indonesia adalah: sistem pertanian subak di Bali, ramah tamah, musyawarah, tepa selira, dsb. Dalam pembangunan bangsa, nilai-nilai luhur budaya daerah semacam tersebut di atas harus dijaga dan dikembangkan karena justru yang demikian adalah merupakan identitas / jatidiri budaya nasional.

POTENSI KEBERAGAM-AN BUDAYA
Seorang peneliti antropolog yaitu Cornelis van Vollenhoven (1874 - 1933) yang terkenal dengan bukunya yang berjudul "Hukum Adat" sehingga dijuluki sebagai Bapak Hukum Adat, mengungkapkan bahwa walaupun Indonesia  terdiri dari 19 hukum adat, tetapi pada dasarnya Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar dalam ratusan pulau yang ada di Indonesia. Tiap suku bangsa memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian, adat istiadat yang berbeda. Intinya bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia antara lain suku, bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya ini merupakan daya tarik dan potensi yang besar untuk kemajuan sektor pariwisata yang memiliki partisipasi dalam perekonomian.
Tradisi keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa terlihat di bumi Nusantara sejak dulu kala. Kini, sebagai warga dengan jumlah mayoritas, umat Islam di Indonesia menghargai kerukunan antarumat beragama. Prinsip-prinsip agama sebagai pembawa rahmat dan kedamaian untuk seluruh isi alam mereka perhatikan. Pada masyarakat yang begitu tinggi toleransinya, gesekan apa pun yang menerpanya tidak akan menggoyahkan sendi-sendi kemasyarakat.

KERAWANAN SOSIAL PADA MASYARAKAT MAJEMUK
Bangsa yang majemuk atau multikultural seperti yang ada di Indonesia, adalah terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional menjadi sebuah bangsa dalam wadah nasional. Hal ini tidak berbeda dengan apa yang ada di Malaysia, Afrika Selatan dan Suriname. Dalam kehidupan berbangsa yang majemuk demikian, sosiolog Koentjoroningrat mengingatkan adanya beberapa kerawanan sumber konflik antar suku bangsa yang harus kita waspadai, yang sedikitnya ada lima macam yaitu:
(1) jika dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata pencaharian hidup yang sama;
(2) jika warga suatu suku bangsa mencoba memasukkan unsur-unsur dari kebudayaan kepada warga dari suatu suku bangsa lain;
(3) jika warga satu suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap warga dari suku bangsa lain yang berbeda agama;
(4) jika warga satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa secara politis;
(5) potensi konflik terpendam dalam hubungan antar suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat.

Dari hal tersebut di atas, untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka sebaiknya kita mampu mengenali kerawanan-kerawanan yang harus kita waspadai, yaitu bila ada upaya-upaya untuk memecah belah persatuan bangsa melalui antara lain goncangan terhadap kerukunan antar umat beragama yang mencuatkan sentimen keagamaan. Hal itu biasanya sengaja diciptakan oleh sekelompok orang yang memiliki agenda tertentu, dan memanfaatkan kondisi politik yang tidak stabil. Tujuannya agar umat beragama dapat terpengaruh ke dalam konflik yang akan disesalkan oleh masyarakat itu sendiri mengapa mereka terjerumus ke dalam konflik yang sebenarnya tidak mereka inginkan.

SEMBOYAN BHINNEKA TUNGGAL IKA TELAH MEMPERSATUKAN NUSANTARA SEJAK DULU
Semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang dimiliki bangsa Indonesia, merujuk pada sumber asalnya yaitu  Sutasoma yang ditulis oleh Empu Tantular pada abad XIV. Semboyan tersebut merupakan seloka yang menekankan pentingnya kerukunan antar umat yang berbeda pada masa itu yaitu penganut Syiwa dan penganut Buddha. Sekalipun pada masa itu sudah ada perbedaan keyakinan, tetapi kedamaian dapat terpelihara. Makna dari Bhineka Tunggal Ika adalah persaudaraan sebagai sebuah keluarga besar yang dilahirkan oleh Ibu Pertiwi yang disebut sebagai Nusantara yaitu Indonesia. Kerukunan dan toleransi dengan demikian sudah merupakan akar budaya nasional kita.
Kehidupan rukun yang telah diwariskan secara turun-temurun mengekalkan rakyat Nusantara dalam kebersamaan dan kerukunan yang membuat ketentraman di negeri kita terbukti relatif lebih solid ketimbang yang ada di belahan-belahan dunia lain.
MEMBANGUN SIKAP KRITIS, TOLERAN DAN EMPATI DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Antropolog Parsudi Suparlan mengatakan bahwa multikulturalisme (keragaman budaya) atau pluralisme (kemajemukan) adalah pengakuan dan penghargaan atas kesederajatan pada adanya perbedaan kebudayaan. Multikulturalisme ini sejatinya saling mendukung dengan proses demokrasi, yang menekankan bahwa tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau lebih rendah, dan kesetaraan secara individual (yaitu berupa pengakuan atas hak azasi manusia), dalam berhadapan dengan kekuasaan dan atau masyarakat setempat. Dengan demikian, untuk memungkinkan tumbuh dan kembangnya sebuah bangsa yang memiliki keragaman budaya dalam integrasi bangsa, dibutuhkan kesederajatan budaya-budaya yang berkembang. Untuk itu komunikasi antar budaya harus dibangun dengan menjaga sikap kritis, toleransi dan empati (atau tepa salira).
Kekayaan budaya bangsa yang kita miliki semestinya menjadi kebanggaan dan kehormatan bagi kita, yang memperkuat kesadaran bahwa kebudayaan yang majemuk dapat dipersatukan dengan Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (*)
Keterangan foto: Parade Bhinneka Tunggal Ika diselenggarakan pada 19 November 2016, untuk merayakan hari toleransi sedunia. Disamping itu sebagai ekspresi menyuarakan seruan kebhinekaan. Aksi semacam ini juga dilakukan di Surabaya.
Editor: Try Raharjo
Sumber: tirzarest.wordpress.com