Penggunaan Media Sosial di Indonesia


Jumlah pengguna internet di Indonesia semakin hari semakin banyak, demikian juga jumlah pengguna media sosial (medsos).  Seperti dilaporkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Internet Indonesia (APJII) dalam survei terbaru yang dirilis pada 24 Oktober 2016, jumlah total pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai sekitar 132,7 juta (51,8) persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini naik cukup tinggi dibandingkan hasil survei tahun 2014 yang waktu itu baru menunjukkan jumlah pengguna internet Indonesia sebesar 88 juta orang. Namun perkembangan yang begitu pesat dalam penggunaan medsos ini belum diikuti pemahaman menggunakan medsos secara baik. Liputan Khusus kali ini dimaksudkan untuk mendorong penggunaan medsos yang sehat dan bermanfaat.
Terkait dengan masih kurangnya pemahaman menggunakan media sosial (medsos) secara sehat, maka seperti dilaporkan Tempo.co pada saat peringatan hari guru nasional  beberapa waktu lalu (27/12) di Bogor, Jawa Barat, Presiden Jokowi bahkan sempat menyebutkan bahwa media sosial kita sudah banyak memuat caci maki, fitnah dan adu domba. sehingga pada era sekarang pendidikan etika di media sosial perlu dimasukkan ke dalam pendidikan di sekolah. 
Sudah banyak juga kejahatan-kejahatan yang berawal dari penggunaan media sosial yang berupa penipuan, penculikan, bahkan perdebatan tidak sehat, yang akhirnya berujung pada hukuman penjara. Oleh karena itu perlu diingatkan bahwa dalam menggunakan media sosial seperti facebook dsb kita harus juga tetap menjaga adab sopan santun (etika) agar  terhindar dari sanksi hukum. 
Seperti dilaporkan oleh rappler.com, dalam sesi diskusi Digital Ethics in Indonesia di Balai Kartini Jakarta (17/11/2016) dalam rangkaian acara Tech in Asia Jakarta 2016, dikatakan bahwa media sosial saat ini sudah memiliki pengaruh yang kuat di kalangan masyarakat. Bahkan sekarang ini peran media sosial juga sudah mulai sedikit demi sedikit bergeser. Bukan saja digunakan untuk menunjukkan eksistensi pengguna (misalnya foto-foto "narsis") tapi juga sudah mulai digunakan untuk kepentingan politik. Tapi kemudian  banyak pengguna media sosial yang harus berurusan dengan hukum karena "menyalahgunakan" media sosialnya.
Lebih dari 200 netizen (pengguna internet) masuk penjara, demikian dikatakan oleh pendiri Forum of Digital Democracy yaitu Damar Juniarto, sebagai salah satu narasumber diskusi tersebut, menyikapi banyaknya penyalahgunaan media sosial. 

BERITA PALSU ATAU HOAX
Salah satu sisi negatif dari penggunaan media sosial adalah beredarnya berita palsu (hoax) yang secara sengaja atau tidak sengaja disebarkan di tengah masyarakat. 
Seperti kami kutip dari nu.or.id, menurut Ismail Cawidu, seorang ahli informasi publik dari Ditjen Informasi dan Komunikasi dari Kominfo, berita palsu (hoax) itu bukan hanya tulisan, tapi termasuk juga foto, video, yang isinya tidak mengandung kebenaran. Misalnya, sebuah foto korban kecelakaan lalulintas yang oleh pelaku penyebar hoax diberi keterangan telah terjadi kerusuhan sehingga menyebabkan jatuhnya korban, dengan maksud awal mungkin sebagai sebuah lelucon atau bentuk jahil semata. Namun karena hal itu bisa dilihat oleh pengguna-pengguna media sosial lain, maka foto tersebut dapat menimbulkan keresahan. 
Menurut Ismail Cawidu yang juga dosen UIN Jakarta ini, berikut ini adalah beberapa cara untuk mengenali berita palsu (hoax), "Pertama, biasanya berita-berita itu ada kata-kata di bawahnya "Agar disebarluaskan". Itu pasti. Itu ciri pertama. "Agar di-share, jangan berhenti di anda..."
Kemudian untuk menguji apakah itu adalah hoax atau bukan hoax, pembaca harus membuka media lain apakah berita tersebut dimuat atau tidak.Kalau tidak dimuat, bisa dipastikan salah ciri berita itu hoax.
"Kemudian dari penggunaan kalimat. Biasanya bahasa-bahasanya itu dalam bahasa yang instruktif (mengandung instruksi), bahasa-bahasa yang tidak biasa seperti sebuah layaknya berita bagus," lanjutnya. Penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku, banyak menggunakan singkatan, dan banyak salah ketik adalah bebrapa ciri yang juga mudah dikenali. 

PENYEBAB HOAX TERSEBAR 
Penyebab terjadinya penyebaran adalah karena dalam membagikan informasi di media sosial, para pengguna media sosial sering tidak memeriksa terlebih dahulu dengan mencari tahu dari sumber-sumber berita lain yang terpercaya.
Banyak berita yang tidak terkualifikasi, tapi banyak disebarkan oleh orang. Mereka berbagi artikel yang mempengaruhi emosi mereka, tapi tidak dilakukan check and balance sebelum membagikannya, kata Abdul Qowi Bastian (editor Rappler Indonesia), yang juga menjadi narasumber dalam diskusi tersebut.
Saya ingin memberikan saran, jika kita ingin membagikan opini kita, buatlah itu secara bebas dan bertang-gung jawab. Bertanggung jawab di sini berarti kita telah mengecek kebenarannya dan kita membagikannya tidak dalam emosi, kata Damar.

PEDOMAN "EKSIS" DI MEDIA SOSIAL
Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan media sosial.
1. Sopan santun (etika) berkomunikasi. 
Dalam berkomunikasi di media sosial kata-kata kasar, sengaja ataupun tidak sengaja, kadang muncul dalam percakapan di media sosial. Ini karena dalam berkomunikasi di media sosial, pengguna tidak saling bertemu langsung dengan pengguna media sosial lainnya, sehingga pengguna sering tidak memahami perasaan orang lain yang dapat membaca kata-katanya di media sosial. Apalagi memang banyak diantara kita yang sudah melupakan adab sopan santun (etika). Jadi kendalikan emosi anda, tetap gunakan kata-kata yang pantas dan sopan pada akun-akun media sosial yang kita miliki.
2. Jangan menyebarkan informasi berita atau foto yang mengan-dung muatan kebencian SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), dan hindari juga menyebarkan materi pornografi di media sosial. 
Sebarkanlah hal-hal yang berguna, yang tidak memancing konflik pertengkaran di antara sesama pengguna media sosial.
3. "Cross-check" Kebenaran Berita. 
Berita yang menjelekkan orang lain atau pihak lain tidak jarang dijumpai di media sosial yang tujuannya adalah menjatuhkan pesaing dengan berita-berita yang sudah direkayasa. Maka lakukan lebih dulu "cross-check" yaitu mencari tahu terlebih dahu-lu.kebenaran informasi tersebut dengan mencari tahu dari sumber-sumber berita lain yang sudah jelas diakui dan terpercaya.  
4. Jangan langsung membagikan berita ke orang lain karena merasa telah tahu semuanya, padahal anda baru melihat judul beritanya saja. 
Ketika melihat judul berita yang sensasional atau mengandung provokasi, maka pengguna media sosial yang belum dewasa atau pengguna baru yang belum lama menggunakan media sosial biasanya ingin secepat mungkin menyebarkan berita tersebut, karena ingin dianggap oleh teman-temannya bahwa dia sudah tahu semuanya dan dia juga yang lebih lebih dulu tahu sehingga ingin dipandang yang pertama kali menyebarkannya. Pengguna media sosial yang belum cerdas juga ingin segera mengomentari tanpa membaca baik-baik keseluruhan isi berita terlebih dahulu. Bila komentar itu berupa caci maki, atau menyudutkan pihak tertentu yang berhubungan dengan nama perusahaan besar / instansi / merk dagang / perseorangan yang belum tentu bersalah, tidak mustahil bila yang berkomentar itu dapat dikenakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Oleh karena itu jadilah pengguna yang cerdas, jangan asal membagikan berita karena merasa telah tahu semuanya padahal anda baru melihat judul beritanya saja.
5. Kalau ingin berpendapat, maka berpendapatlah berdasarkan sumber-sumber berita yang memiliki legalitas sudah terpercaya. 
Mengeluarkan opini di media sosial memang tidak dilarang, asalkan sudah memiliki sumber-sumber berita yang dapat dipertanggungjawabkan, terlebih bila opini yang ingin disampaikan itu bernilai negatif pada seseorang, yang artinya anda bisa saja dilaporkan oleh orang lain dengan menggunakan UU ITE. Seperti diketahui, isi UU ITE Pasal 27 Ayat 3 adalah melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan / atau mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik  dan / atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan / atau pencemaran nama baik. 
6. Jangan menggunakan media sosial bila anda sedang emosi. 
Ketika sedang jengkel atau mempunyai masalah pribadi, secara tidak sadar banyak orang dengan spontan menggunakan umpatan, caci makian kasar kepada orang lain di media sosial. Oleh karena itu, seperti halnya bila di dalam pergaulan sehari-hari di lingkungan rumah / kantor kita harus menjaga ucapan kita, maka di media sosial pun kita juga jangan suka menyakiti perasaan pengguna-pengguna media sosial lain dengan berkomentar atau beropini yang menyudutkan orang lain.
7. Hargai Hasil Karya Orang Lain. 
Bila menyebarkan informasi, berupa tulisan, atau foto, atau musik, atau video milik orang lain, cantumkan sumbernya sebagai bentuk penghargaan untuk hasil karya tersebut. Jangan asal menyebarkan saja tanpa memberikan sumber tersebut.
8. Jangan umbar data-data informasi detail pribadi anda di media sosial.
Mengumbar data-data pribadi anda di media sosial adalah sama saja dengan memberikan informasi kepada orang lain yang mungkin ingin berniat jahat kepada kita. Jangan sampai ada orang yang tidak anda kenal menggunakan data-data anda, untuk menipu kerabat anda dengan berpura-pura sebagai kawan dekat untuk meminta uang, dsb. Jadi bersikap dan berpikirlah secara bijak dalam menginformasikan segala hal tentang diri anda di media sosial.
Media sosial saat ini memang menjadi bagian kehidupan untuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Bahkan sekarang, media sosial cenderung digunakan untuk menyebarkan informasi. Namun karena kecero-bohannya atau karena kurangnya adab sopan santun (etika), banyak pengguna media sosial yang akhirnya beurusan dengan aparat hukum negara. 
"Guna menghindari masalah ini terjadi, etika pengguna medsos itu harus dijaga sehingga tidak menghina atau menuduh orang lain tanpa ada alasan yang tepat. Pasalnya, penyebar informasi itulah yang bakal terjerat hukum," demikian dikatakan oleh Nonot Harsono, chairman Mastel Institute, dalam program Diskusi Sindotrijaya dengan tema 'Telekomunikasi, Medsos, dan Kita' (26/11) seperti dilaporkan oleh Bebmen.com.
Hal senada juga dilontarkan oleh Henry Subiakto, staf ahli bidang hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) pada program diskusi tersebut. Ia mengimbau pengguna media sosial untuk berhati-hati.
Adapun satu-satunya cara untuk mencegah media sosial digunakan untuk hal-hal negatif khususnya di kalangan generasi muda, seperti telah disampaikan dalam pesan Presiden Jokowi pada hari guru nasional beberapa waktu lalu, antara lain adalah menanamkan katakter dan nilai-nilai yang positif kepada generasi muda. 
Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari media sosial, bila digunakan secara benar. Marilah kita gunakan media sosial kita dengan sebaik-baiknya.

Editor: Try Raharjo
Sumber: tempo.co, liputan6.com,bebmen.com, rappler.com, nu.or.id, dan berbagai sumber
 lain.