Ruwatan bukan untuk menolak bala saja

Indonesia adalah negeri yang kaya dengan aneka ragam seni dan budaya. Masyarakat suku Jawa, memiliki banyak tradisi dalam mengungkapkan rasa syukurnya kepada Yang Maha Kuasa. Demikianpun ketika menghadapi permasalahan hidup.
Ruwatan adalah salah satu bentuk tradisi yang dimiliki masyarakat Jawa ketika suatu keluarga mendapati cobaan-cobaan kehidupan, dengan tidak menutup mata atas segala rahmat dan karunia yang telah diterima dari Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu, ruwatan pada dasarnya adalah upaya masyarakat Jawa dalam melakukan introspeksi dengan tujuan agar lebih tabah dalam menjalani kehidupan, agar lebih tenang dan berharap dapat menemukan jalan keluar dari kesulitan.


Dalang adalah orang yang memimpin pelaksanaan ruwatan. Dia haruslah seorang yang bijaksana, memiliki wawasan luas, dan watak perilakunya pun yang bisa diteladani.  Ini karena Dalang harus bisa memberikan nasehat-nasehat kepada keluarga yang sedang menjalani ruwatan. Nasehat-nasehat itu disampaikan secara indah dengan menggunakan alat berupa wayang kulit, menggunakan tokoh-tokoh dari dunia pewayangan dan juga menggunakan tembang-tembang Jawa yang penuh dengan nasehat.
Salah satu tokoh yang ditampilkan dalam pentas ruwatan adalah Batara Kala. Batara berarti dewa, kala berarti waktu. Batara Kala adalah simbol bahwa waktu, bila disia-siakan, akan dapat menimbulkan kerugian yang sebesar-besarnya bagi siapapun yang tidak menggunakan secara bijaksana.
Dewasa ini, di masyarakat Jawa sendiri ada beberapa orang yang menganggap bahwa tradisi ini adalah tradisi "syirik" (mengingkari kekuasaan Tuhan). Mereka yang beranggapan demikian, bahkan tidak saja menolak tradisi ruwatan tapi nyaris semua tradisi Jawa. Lalu apakah semua tradisi Jawa kelak akan dimusnahkan? Apakah tidak sebaiknya kita belajar dari kedewasaan para pendahulu kita yang memungkinkan budaya Jawa dan Islam bisa saling menghargai? Wallahualam...
Seperti tampak pada foto di atas, bila pelaksanaan ruwatan dilakukan secara benar, sebagaimana yang dilakukan oleh Bp. Tarsinu (Sutarjo) & Ibu Sutarni, warga Desa Petir Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas pada 5 Mei 2013, maka tidak ada unsur penistaan agama ataupun pengingkaran rasa syukur kepada Yang Mahakuasa. Acara ruwatan ini dihadiri keluarga dan penduduk warga desa setempat, tokoh agama maupun pejabat pemerintahan desa. Dalang yang memimpin acara ruwatan adalah Kharis Budiono dari Desa Kebanggan, Purwokerto Utara.
Acara ini didokumentasikan dalam bentuk DVD oleh Multimedia Studio.

No comments: